Alasan Dibalik Dihetikannya Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali
Galungan dan Kuningan di Bali sempat di hentikan perayaannya pada masa raja Sri Ekajaya (tahun Saka 1103) dan Raja Sri Dhanadi. Namun saat Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali dihentikan perayaannya, TERNYATA banyak terjadi musibah dan malapetaka yang menimpa Bali, saat itu banyak pejabat pejabat wafat diusia yang relatif masih muda. Saat raja Sri Dhanadi mangkat dan digantikan raja Sri Jayakasunu pada tahun 1126 Saka, barulah Galungan dirayakan kembali setelah beberapa puluh tahun tidak dirayakan.
Kegelisahan di Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali
Sejarah Galungan dan Kuningan di Bali ini semua dipaparkan dalam Lontar Sri Jayakasunu yang bercerita tentang kegundahan raja Sri Jayakasunu yang merasa heran,karena banyak pejabat pejabat meninggal saat usia muda, oleh sebab itu kemudian Raja Sri Jayakasunu melakuakan semedhi tapa brata dan mendekatkan diri dengan para Dewata, tapa brata dilakukan di Pura Dalem Puri, tak jauh dari Pura Besakih.
Pertapaan Misteri Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali
Saat melakukan tapa brata raja Sri Jayakasunu mendapatkan bisikan gaib ( pawisik ) yang berasal dari dewi Durgha. Dalam bisikan gaib ( pawisik ) itu Dewi Durgha menjelaskan kepada Raja bahwa leluhurnya selalu berumur pendek karena tidak lagi merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali. Dewi Durgha meminta kepada Raja Sri Jayakasunu untuk kembali mengadakan perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali pada setiap Rabu Kliwon Dungulan sesuai dengan tradisi yang pernah berlaku. Lalu Dewi Durgha juga meminta raja Sri Jayakasunu dan rakyatnya untuk memasang “penjor” Penjor sendiri mempunyai makna ungkapan rasa terima kasih atas kemakmuran dan kesejahteraan yang melimpahkan ruah dari Hyang Widhi wasa ( Tuhan Yang Maha Esa ).
No comments:
Post a Comment